DENGARKAN DIRI
Seringkali kita melupakan dengan memulai menganggap remeh dialog yang kerap terjadi dalam diri kita. Hingga akhirnya tidak lagi sadar bahwa setiap kali, sebenarnya selalu ada pertimbangan dari diri kita untuk setiap pertanyaan yang hadir sebagai respon dari masalah yang sedang melanda. Bahkan sebenarnya jika kita mau jujur, kita sudah mendapati jawaban dari masalah yang sedang kita hadapi, kita sudah mendapatkan pertimbangan dari setiap pilihan yang datang. Hanya karena kita telah seringkali menolak itu semua, jadilah diri kita menjadi rentan, bahkan yang paling parah adalah tergantung dengan makhluk lain.
Suara orang lain seolah sangat kita butuhkan, tidak lagi mau mendengarkan suara yang berbisik, bahkan teriakan dari diri sendiri. Dan hampir sebagian besar manusia saat ini begitu. Bukan tidak perlu masukan dari orang lain, namun marilah kita letakkan setiap hal pada porsinya.
Dari contoh dialog, saat kita akan memperkenalkan diri, disuruh memperkenalkan diri, atau apapun sehingga kita harus memperkenalkan diri, maka akan timbul pertanyaan dasar yang kemudian disusul oleh pertanyaan turunan, bahkan bisa sampai berubah menjadi kekhawatiran yang sangat menyerap energy, menghabiskan waktu, sampai-sampai bisa kurus badan.
Pastinya, dari setiap pertanyaan, baik pertanyaan dasar ataupun pertanyaan turunan, diri kita telah mengetahui jawabannya. Ada yang berkata-kata, memberikan pertimbangan, menganjurkan, memberikan larangan, sehingga kita jadi ragu, dan seketika kita masih mendengarkan itu semua, kita tidak lagi sendiri dalam kesendirian, lalu kita akan paham porsi masukan dari orang lain, bahwa mereka hanya menguatkan pilihan yang telah kita putuskan.
Ingatlah, ketika Alloh subhanahu wata’ala memberikan penawaran kepada tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi berserta hamparannya dan gunung-gunung menjulang tinggi untuk menerima “amanah”-Nya, mereka semua menolak. Dan hanya manusialah yang mau menerimanya, sebab manusia itu mempunyai sifat dzalim.
Sebagian besar ulama, mengatakan bahwa amanah yang dimaksud adalah “pilihan”, Alloh subhanahu wata’ala memberikan amanah tersebut tatkala manusia lahir hingga meninggal, namun tidak semuanya, pilihan disini hanya sekuat takaran sebagai hamba. Karena pilihan itu bisa dibilang sebagai “semaunya”.
Mari kita ambil hikmah dari penolakan bumi, jika bumi mau menerima amanah yang ditawarkan Alloh Subhanahu wata’ala, maka apa yang sekiranya terjadi, bumi akan semaunya berotasi, kadang berputar, kadang tidak, apa efeknya, pasti kacau balau. Bisa siang berbulan-bulan, musim kemarau bertahun-tahun. Karena rotasi bumi adalah “pilihan”, artinya semau-maunya bumi. Atau tujuh lapis langit mau menerima tawaran tersebut, atau gunung yang menjulan yang menerima, bisa tergambar seberapa kacau jagat ini.
Meski tampak mudah, namun “pilihan” ini adalah paket yang akan dipertanggung jawabkan kepada pemberi mandate, yaitu Alloh Subhnahu wata’ala. Coba saja, kita diberikan pilihan untuk beriman atau kafir, diberikan kebebasan untuk sholat atau lalai. Semuanya adalah paket, dan semua sudah terjawab secara fitrah manusia. Kemudian Alloh subhanahu wata’ala tegaskan kembali dalam Al Furqan, Al Quran sebagai pembeda, mana yang baik dan benar, mana yang salah lagi sesat. Diperkuat dengan menurunkan sample produk yang sangat istimewa, yaitu Muhammad Sholallahu ‘alaihi wassalam.
Ingatlah, bahwa diri kita akan lebih hidup dengan menghidupkan yang ada dalam diri kita. Memaksimalkan potensi mata, dengan melihat yang seharusnya dan perlu untuk dilihat. Mengoptimalkan potensi telinga sebagai masukan informasi yang pantas, layak dan seharusnya untuk didengarkan, sampai dengan hati sebagai raja dalam diri kita, yang menjadi pemimpin dalam diri kita.
Melalui dialog singkat sampai dengan permasalahan serius, karena sebetulnya, kita hanya memilih, yang sebelumnya dipertimbangkan, dan pertimbangan itu telah ada dalam diri kita. Kecuali telah tertutup mata, telinga dan hati kita dari cahaya Alloh subhanahu wata’ala.
Jika diperlukan penguat dari oranglain dalam bentuk sharing dan masukan, maka disitulah porsi yang tepat untuk hal ini, jangan sampai oranglain yang memegang kendali atas diri kita, lantas menyalahkan disaat keputusan itu terasa sangat tidak nyaman. Sebab oranglain tidak berefek langsung kepada apapun yang kita putuskan. Jadilah merdeka, menuju kemenangan dari diri kita sendiri, dengan lebih mendengarkan diri.
HIDUP ADALAH ANUGERAH
Pernah seorang sahabat saya berkata, “ you like you one year ago”. Simple, berulang tapi sangat dalam. Artinya telah terjadi pengulangan kesalahan, tidak tumbuh, namun kehilangan waktu selama satu tahun, betapa ruginya.
Hidup adalah anugerah, jangan biarkan berlalu begitu saja. Bila sering mendengarkan celotehan diri sendiri, maka sebenarnya sudah tidak tahan dengan kondisi yang begitu-begitu saja. Dan kalau tidak memulai untuk berubah, siapa yang akan melakukannya.
Alloh subhanahu wata’ala tidak akan merubah suatu kaum sebelum kaum itu sendiri yang berusaha untuk merubah keadaanya.
Merasa hidup paling menderita sedunia, padahal melihat globe saja belum pernah, apalagi keliling dunia, tapi beraninya memvonis dirinya seperti itu, menyandangkan gelar internasional. Lucu jadinya. Karena anda telah memutuskan untuk memilih, kenapa jadi menggerutu tidak karuan, menyesali hidup, dengan menyandangkan diri sebagai makhluk paling malang sedunia.
Kenapa tidak mensyukuri kondisi saat sekarang, bersyukur dengan melakukan perihal yang lebih baik, bersyukur melalui peningkatan kualitas diri. Do the best as you can!
Dengan memulai mengenali diri, tanyakan kepada diri kita masing-masing. Dimanakah saat ini kita berada, karena tidak akan mungkin kita akan melangkah jika posisi saat ini saja tidak kita ketahui. Apakah posisi saat ini, kita masih belum mengenali diri kita sendiri, karena memang betul-betul tidak mengerti tujuan dari kita ada, kenapa kita diciptakan. Jika posisi kita saat ini pada posisi tersebut, maka mulailah mengenali diri, dari mana asalnya, apa tugas utama kita ada, sehingga kita dapat melangkah ke arah selanjutnya. Sesuai dengan jalur yang telah dipersiapkan menuju kebahagiaan sejati, bertemu dengan pencipta, Alloh subhanahu wata’ala.
Ataukah posisi saat ini, kita sudah mengetahui diri kita, namun enggan untuk menjadi diri kita sebenarnya, memilih untuk menjadi orang lain, bahkan bisa jadi lebih buruk dari itu, menjadi makhluk lain selain manusia, yaitu binatang. Jika demikian, marilah kita bersama mohon ampunan Alloh subhanahu wata’ala.
Apabila kita sudah tahu dimana posisi saat ini kita berdiri, akan tampak jelas arah tujuan itu, menjadi seorang hamba yang menghamba, meski itu semua adalah pilihan yang telah Alloh subhanahu wata’ala amanahkan. Karena kita tidak akan mungkin tahu kapan pastinya kita meninggalkan shelter kehidupan untuk ke shelter berikutnya, menuju alam akhirat. Dengan membaca sinyalemen yang Alloh subhanahu wata’ala berikan kepada kita, niscaya kita akan lebih bersiap untuk mendapati diri kita dapat tersenyum bahagia saat terpisahnya ruh dengan raganya.
Dengan berdialog diri, kembali menghitung seberapa pantas kita untuk menikmati jamuan dari Alloh subhanahu wata’ala berupa surga. Sebab dengan diberikannya amanah, pastinya harus ada pertanggungjawaban yang menjadikan kita memperoleh nilai, tertulis rapi dengan tinta hitam atau tertulis mengenaskan dengan tinta merah, bila tertulis dengan tinta merah mengisyaratkan bahwa kita gagal dalam menjalankan misi, dan jelas tidak pantas untuk mendapatkan jamuan tersebut.
Sebelum Alloh subhanahu wata’ala menutup mati hati kita, dan menutup telinga kita dari bisikan kebenaran, sekaligus membutakan mata sehingga kebenaran benar-benar hilang dari pandangan kita. Yang kita rasakan hanya sekedar kesuksesan semu, sebab hanya dunia yang ada dalam hati kita, berselimut ego dan berhias penyesalan. Jangan sampai, durasi di dunia ini telah habis masanya, namun kita belum mempersiapkan segala sesuatunya, belum jua hati peka, telinga masih saja sulit mendengar kebaikan, mata masih rabun akan kebesaran dan bukti keberadaan Nya. Sebab itu, hidup adalah anugerah.